PROGRAM JAKSA MASUK SEKOLAH

Kejaksasaan Negeri Sleman pada hari Selasa, 15 Oktober jam 09.30 berkunjung ke SMA Negeri 1 Prambanan dalam rangka mensosialisasikan Program Jaksa Masuk Sekolah. Kunjungan dan sosialisasi diterima oleh Waka Kesiswaan Bapak Wasi Suharsana. Di hadapan peserta sosialisasi/perwakilan kelas, Bapak Darwito sebagai Kepala Sekolah menyampaikan sambutannya dan mengharapkan pada peserta didik setelah mengikuti acara penyuluhan hukum, ilmu yang didapatkan diinformasikan kepada teman-temannya. Tujuannya agar semua peserta didik yang tidak mengikuti sosialisasi juga dapat memahami pentingnya kesadaran dalam hidup bernegara dan  terhindar dari jerat-jerat hukum yang berlaku.

            Dalam sosialisasinya Terry Endro Arie Wibowo, S.H., M.H. (Jaksa Pratama) pemateri dari Kejaksaan Negeri Sleman, menyampaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan jerat hokum yang berlaku di Indonesia berkaitan dengan dampak kemajuan informasi terhadap perilaku masyarakat, dengan topik “KENALI HUKUM, JAUHI HUKUMAN”. Bapak Terry menjelaskan lebih lanjut bahwa ada beberapa kasus yang sering muncul dan berakibat jerat hukum bagi para pelakunya antara lain:

 

  1. Kasus cybercrime yang melanggar UU ITE: Cybercrime (Merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar untuk merugikan atau menyakiti orang lain melalui penggunaan komputer (jejaring sosial dunia maya), telepon seluler dan peralatan elektronik)

Contoh kasusnya:

  1. Pertama adalah Saiful Dian Effendi yang mengirimkan SMS berisi perkataan cabul, jorok, dan porno kepada Adelian Ayu Septiana.
  2. Kedua adalah Florence Sihombing pada Agustus 2014, memaki-maki warga Kota Yogyakarta di media sosial didakwa melanggar pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
  3. Kasus ketiga adalah kicauan @kemalsept pada medsos twitter telah melanggar pasal 27 UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.

 

Ciri-ciri  cybercrime:

  1. Terdapat penggunaan teknologi informasi
  2. Alat bukti digital
  3. Pelaksanaan kejahatan berupa kejahatan non-fisik (cyberspace)
  4. Proses penyidikan melibatkan laboratorium forensic komputer
  5. Sifat kejahatanà Bersifat non-violence (Tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat)
  6. Dalam proses persidangan, keterangan ahli menggunakan ahli TI .

 

 

 

 

 

Jenis-jenis cybercrime:

  1. Cyberterrorism (Terroris internet)
  2. Cyberpornography (Pornografi di medsos)
  3. Cyber Harrasment  (Pelecehan seksual melalui email, website atau chat programs)
  4. Cyber-stalking: Menjelek-jelekkan seseorang dengan menggunakan identitas seseorang yang telah dicuri sehingga menimbulkan kesan buruk terhadap orang tersebut
  5. Hacking: Penggunaan programming abilities yang bertentangan dengan hukum.
  6. Carding (credit card fund): Carding muncul ketika orang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu credit tersebut secara melawan hukum.
  7. Phising: Penipuan yang dicirikan dengan percobaan untuk mendapatkan informasi sensitive (kata sandi dan kartu kredit) dengan menyamar sebagai orang atau bisnis yang terpercaya dalam sebuah komunikasi elektronik resmi, seperti e-mail atau pesan instan.

 

  1. Kasus Cyberbullying

       Cyberbullying dianggap valid bila pelaku dan korban berusia di bawah 18 tahun dan secara hukum belum dianggap dewasa.

Bila salah satu pihak yang terlibat (atau keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun, maka dikategorikan sebagai cyber crime atau cyberstalking/cyberharassment

 

    Bentuk-bentuk cyberbullying:

  1. Flaming (perselisihan yang menyebar), yaitu ketika suatu perselisihan yang awalnya terjadi antara 2 orang (dalam skala kecil) dan kemudian menyebarluas sehingga melibatkan banyak orang (dalam skala besar) sehingga menjadi suatu permasalahan besar;
  2. Harrasment (pelecehan), yaitu upaya seseorang untuk melecehkan orang lain dengan mengirim berbagai bentuk pesan baik tulisan maupun gambar yang bersifat menyakiti, menghina, memalukan, dan mengancam;
  3. Denigration (fitnah), yaitu upaya seseorang menyebarkan kabar bohong yang bertujuan merusak reputasi orang lain;
  4. Impersonation (meniru), yaitu upaya seseorang berpura-pura menjadi orang lain dan mengupayakan pihak ketiga menceritakan hal-hal yang bersifat rahasia;
  5. Outing and trickery (penipuan), yaitu upaya seseorang yang berpura-pura menjadi orang lain dan menyebarkan kabar bohong atau rahasia orang lain tersebut atau pihak ketiga;
  6. Exclusion (pengucilan), yaitu upaya yang bersifat mengucilkan atau mengecualikan seseorang untuk bergabung dalam suatu kelompok atau komunitas atas alasan yang diskriminatif;
  7. Cyber-stalking (penguntitan di dunia maya), yaitu upaya seseorang menguntit atau mengikuti orang lain dalam dunia maya dan menimbulkan gangguan bagi orang lain tersebut.

 

 

 

 

 

    Praktek Cyberbullying yang sering dilakukan

  1. Melakukan Missed call berulang – ulang
  2. Mengirimkan email /sms berisi hinaan/ ancaman
  3. Menyebarkan gosip yang tidak menyenangkan lewat sms, email, komentar di jejaring sosial (Path, Facebook, twitter)
  4. Pencuri Identitas Online (membuat profile palsu kemudian melakukan aktivitas yang merusak nama baik seseorang)
  5. Berbagi gambar pribadi tanpa ijin
  6. Menggugah informasi atau video pribadi tanpa ijin
  7. Membuat blog berisi keburukan terhadap seseorang

 

  1. Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan cybercrime/ cyberbullying maka dibuatlah “cyberlaw” di Indonesia  yang merupakan “payung hukum” yaitu
  1.  UU No. 11 tahun 2008
  2.  tentang ITE
  3. sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2011 tentang ITE

 

  1. Perlunya cyberlaw
  1. Melindungi integritas pemerintah dan menjaga reputasi suatu negara.
  2. Membantu negara terhindar dari menjadi surga bagi pelaku kejahatan, seperti teroris, kejahatan terorganisasir, dan operasi penipuan.
  3. Membantu negara terhindar dari sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil kejahatan cybercrime.
  4. Meningkatkan kepercayaan pasar karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha.
  5. Memberikan perlindungan  terhadap data yang tergolong khusus (classified), rahasia, informasi yang bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data publik yang dianggap perlu untuk dilindungi.
  6. Melindungi konsumen, membantu penegakan hukum, dan aktivitas intelligen.

 

  1. Cara penanggulangan oleh Negara
  1. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
  2. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
  3. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
  4. Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties
  5. Jangan merespon dan membalas aksi. Para pelaku bullying selalu menunggu-nunggu reaksi korban.
  6. Simpan semua bukti. Di media digital, korban dapat meng-capture, menyimpan pesan, gambar / materi yang dikirim pelaku, untuk kemudian menjadikannya sebagai barang bukti saat melapor ke pihak yang bisa membantu.
  7. Simpan semua bukti yang dikirim pelaku, untuk kemudian menjadikannya sebagai barang bukti saat melapor ke pihak yang bisa membantu.
  8. Selalu berperilaku sopan di dunia maya.
  9. Gunakan segala bentuk media komunikasi seperti komputer, internet, telepon seluler, tablet dan peralatan elektronik lainnya untuk hal-hal positif dan tujuan damai.